BEM FE Unesa Selenggarakan Seminar Nasional Kebhinekaan


Surabaya, fe.unesa.ac.id – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FE Unesa menyelenggarakan Seminar Nasional Kebhinekaan dengan bertajuk Mengingat dan Mengenali Kebhinekaan di Tangan Pemilik Masa Depan di ruang Auditorium G2 FE Unesa, kampus ketintang, (12/10).
Lalu, acara ini dihadiri oleh Dr. Moch. Khoirul Anwar, S.Ag., M.EI., Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni FE Unesa, Ketua BEM selingkup Unesa, Perwakilan ormawa selingkup Unesa, serta peserta seminar.
Dalam sambutannya, Wildan, ketua pelaksana mengucapkan terima kasih kepada piha-pihak yang telah mendukung kegiatan dan peserta yang telah hadir. Ia juga menjelaskan tema dari seminar ini, yakni mengapa harus di tangan pemilik masa depan. “Bangsa yang hebat berawal dari pemuda yang hebat. Bangsa yang hancur berasal dari pemuda yang buruk”, ungkap WIldan.
Ketua BEM FE Unesa menjelaskan perlunya seminar ini dikarenakan untuk menumbuhkan semangat nasionalisme dan mendalami arti kebhinekaan.“Beri aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Bberi aku 10 pemuda, niscaya akan kugoncangkan dunia”, ungkapnya berdasarkan kutipan dari Soekarno.
Seminar ini menghadirkan dua narasumber, yaitu Soesilo Toer selaku penulis dan sastrawan dan Agus Prasetyo selaku Plt Kabag Analis Dit Intelkam Polda Jatim.
Pada seminar tersebut, Agus memaparkan bahwa mengenai bagaimana pemuda menghadapi kebhinekaan karena suatu tantangan selalu maju ke depan. Gadget menjadi sangat penting karena dengan gadget dunia berada pada genggaman. Ia juga menjelaskan mengenai demo dan penangannya. “Sebelum melakukan demo, hendaknya mengkaji dulu apa yang akan disampaikan saat demo”, Kata Agus.
Menurut Soesilo Toer Bahasa adalah senjata. Dengan membaca seseorang akan memiliki pandangan. Sedangkan saat ini, budaya membaca diganti dengan budaya HP. “Ketika terjadi penyelewengan maka dipastikan orang itu kurang membaca”, ungkap pria berumur 82 tersebut. Hal itu lah yang membuat bangsa tida maju.
Ia memiliki motto yakni “Hidup harus berani. Didiklah dirimu sendiri maka Anda akan menjadi seornag yang pantang menyerah”,pungkasnya. (Jr/yat)
Share It On: